PENDIDIKAN ALTERNATIF
(PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM LINGKUNGAN KELUARAGA DAN PESANTREN KILAT)
Diajukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam Jurusan Tarbiyah Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam
Semester IV Kelompok VI
Oleh:
ASMIANA
NIM. 02133130
NILA SETIA
NINGSIH
NIM. 02133138
MUH. SYAHLAN
NIM. 02133153
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
WATAMPONE
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga adalah suatu
ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang
perkawinan yang sah. Dalam keluarga inilah akan terjadi interaksi pendidikan
pertama dan utama bagi anak yang akan menjadi pondasi dalam pendidikan
seanjutnya. Dengan demikian berarti dalam masalah pendidikan yang pertama dan
utama, keluargalah memegang peranan utama dan tanggung jawab terhadap
pendidikan anaknya. Pendidikan keluarga yang baik adalah yang mau memberikan
dorongan anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama.[1]
Salah satu dorongan
orang tua agar anaknya mendalami pendidikan agama yaitu mengirim anaknya dalam
pesantren kilat. Pesantren kilat adalah salah satu dari sekian banyak wadah
untuk memanfaatkan waktu luang.[2]
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di
atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pendidikan islam dalam lingkungan keluarga?
2.
Bagaimana
pesantren kilat?
1
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Agama
Islam dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan
pertama bagi anak dan orang tua merupakan pendidikan tertua yang bersifat
informasi kodrati, maka tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar
perkembangan anak agar anak dapat berkembang secara baik.[3]
Pendidikan agama intinya ialah keberimanan, yaitu usaha-usaha
menanamkan keimanan di hati anak-anak. Untuk memahami lebih dalam sebaiknya
terlebih dahulu di mana tempat iman dalam manusia.[4]
Q.S. Al-Hujarat ayat 14 firman Allah Swt.:
ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôt ß`»yJM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur w Nä3÷GÎ=t ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
2
|
3
|
Di atas sudah dikatakan bahwa penanaman iman
dilakukan terutama di rumah oleh orang tua anak. Orang tua adalah pendidik
utama dan pertama. Utama karena pengaruh orang tua amat mendasar dalam
perkembangan kepribadian anaknya;
pertama karena orang tua adalah orang pertama dan paling banyak
melakukan kontak dengan anaknya.[6]
4
|
1.
Dalam bidang jasmani dan kesehatan
anak-anak
Keluarga mempunyai peranan penting untuk
menolong pertumbuhan anak-anaknya dari segi jasmaniah, baik aspek perkembangan
maupun aspek perfungsian. Keluarga dalam menjaga kesehatan anak-anaknya
dilaksanakan sebelum bayi lahir. Yaitu melalui pemeliharaan-pemeliharaan
terhadap kesehatan ibu dan memberinya makan yang baik dan sehat selama
mengandung, sebab itu berpengaruh pada anak dalam kandungan. Apabila bayi
lahir, tanggung jawab keluarga terhadap kesehatan anak dan ibunya menjadi lebih
ganda. Di dalamnya termasuk perlindungan, pengobatan dan pengembangan untuk menunaikan
tanggung jawab.[7]
2.
Dalam bidang pendidikan akal
(intelektual)
Orang tua memegang tanggung jawab besar
sebelum anak-anaknya memasuki sekolah. Di antara tugas keluarga adalah untuk
menolong anak-anaknya, membuka dan menumbuhkan bakat dan melatih indra
kemampuan-kemampuan akalnya.
Sesudah anak sekolah, tanggung jawab
keluarga dalam pendidikan intelektual bertambah luas. Sekarang menjadi
kewajiban keluarga dalam bidang ini adalah menyiapkan suasana yang sesuai dan
mendorong anak untuk belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas,
mengikuti kemajuan sekolah, bekerja sama dengan sekolah untuk menyelesaikan
masalah pembelajaran yang dihadapinya, mendorong anak-anak cara yang paling
sesuai untuk belajar jika anak-anak paham akan hal tersebut.[8]
3.
5
|
Pendidikan agama dan spiritual bagi
anak-anak adalah termasuk bidang-bidang yang harus mendapat perhatian penuh
oleh keluarga. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan
kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak
melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Begitu
juga membekali anak-anak dengan pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang
sesuai dengan umurnya dalam bidang-bidang akidah, ibadah, mu’amalat dan
sejarah.[9]
4.
Dalam bidang pendidikan akhlak
Keluarga memegang peranan penting sekali
dalam pendidikan akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali
berinteraksi denganya. Oleh sebab itu anak-anak mendapat pengaruh dari padanya
atas segala tingkah lakunya. Untuk itu, keluarga mengambil posisi tentang
pendidikan ini, mengajar anak-anak akhlak yang mulia yang diajarkan Islam
seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah,
pemberani, dan lain sebagainya. Orang tua juga mengajarkan nilai-nilai dan
faedahnya berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup, membiasakan anak-anak
berpegang teguh pada akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan
sifat asasinya menerima nasihat jika datangnya melalui rasa cinta dan kasih
sayang, sedang anak menolak maka disertai dengan kekerasan.[10]
B.
6
|
Sejak tahun 1980-an, di
kota Bandung banyak sekali orang yang menyelenggarakan pesantren kilat.
Menjelang libur orang mengedarkan pengumuman, kadang-kadang lewat surat kabar,
bahwa akan dibuka pesantren kilat yang umumnya diadakan di masjid. Lamanya
berkisar dari 7 sampai 30 hari. Di sana diajarkan membaca Al-Quran, keimanan
Islam, fikih (ibadah), dan akhlak. Pokoknya materi-materi pembelajaran yang
sering disebut materi pembelajaran agama. Yang perlu diperhatikan oleh
penyelenggara pesantren kilat yaitu sebagai berikut:
1.
Hendaknya
pesantren kilat diadakan di pesantren. Artinya, pesantren mengadakan kegiatan
pesantren kilat. Tempatnya di pesantren; peserta didik mondok di pesantren;
tata caranya tata cara pesantren. Inilah pesantren kilat yang terbaik. Dengan
hidup di pesantren, sekalipun tidak begitu lama, pengaruh lingkungan pesantren
akan ada pada peserta pesantren kilat tersebut.
2.
7
|
3.
Tradisi
pesantren diterapkan pada pesantren kilat. Misalnya bangun malam untuk mandi
dan shalat, wirid, dan lain-lain.
4.
Kurikulum
pesantren kilat cukup dibagi dua macam, yang berlaku umum dan yang berlaku
khusus sesuai dengan tingkat kematangan peserta.
5.
Biaya pesantren
kilat jangan terlalu rendah.
6.
Kebersihan
tempat dan makanan perlu diperhatikan.
7.
Kehidupan
sederhana benar-benar harus dituntun tanpa pilih bulu. Ini penting karena
kemewahan dapat merusak perkembangan peserta didik.[11]
Pesantren kilat yang
diselenggarakan di luar pesantren, seperti di masjid, di sekolah, atau di
tempat selain pesantren, juga bermanfaat. Untuk meningkatkan manfaat pesantren
kilat di luar pesantren mungkin dapat dilakukan hal-hal berikut ini:
1.
Usahakan agar
santri mendapat pemondokan selama kegiatan pesantren kilat berjalan.
2.
8
|
3.
Kurikulum dapat
diatur seperti kurikulum pesantren kilat di pesantren sekalipun tidak mungkin
sama persis.[12]
Baik pesantern kilat di
pesantren maupun diluar pesantren hendaknya lebih mengarahkan perhatiannya pada
pemupukan, pembiasaan, dan dan pelatihan untuk membersihkan jiwa, mendekati
Allah Swt. Hasilnya kelak ialah, kelak keimanan meningkat,
rasa beragama lebih baik, penghormatan kepada pendidik meningkat yang mungkin
saja berdampak positif dalam bentuk peserta didik akan lebih menghormati guru
agamanya di sekolah dan menghormati pendidik pada umumnya. Dalam keadaan
demikian akan terciptalah kondisi yang lebih kondusif untuk mewujudkan
pendidikan agama yang lebih baik di sekolah. Hasil lain ialah akhlak peserta
didik akan lebih baik, terutama kepada kedua orang tuanya, lantas kepada
guru-gurunya, terutama kepada guru agamanya.[13]
Untuk melaksanakan
semua itu peran pendalaman dan pengamalan agama melalui pesantren kilat
sangatlah penting. Selain itu dalam pesantren kilat ditanamkan beberapa nilai
yang diharapkan dapat memberikan keberdayaan bagi anak maupun remaja.[14]
Pada sisi lain
pesantren kilat juga diharapkan mampu:
1.
Membangkitkan
kecintaan pada agama.
2.
9
|
3.
Memadukan aspek
kognitif, efektif dan psikomotorik.
4.
Mampu
merefleksikan nilai-nilai keimanan dan akhlaqul
karimah, dalam kehidupan sehari-hari.[15]
Oleh karena itu,
materi-materi yang disampaikan dan didalami dalam pesantren kilat meliputi
keimanan, akidah, Al-Quran, akhlak, muamalah, termasuk di dalamnya visi
ekonomi, sejarah, dan lintas disiplin ilmu.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penulis dapat
menyimpulkan bahwa setiap keluarga (orang tua) menjadi cermin yang baik bagi
kehidupan anak-anaknya, karena disitulah awal pembentukan pribadi untuk anak
untuk masa dewasa. Keluarga hendaknya menyadari bahwa pendidikan yang diterima
oleh si anak sejalan antara rumah dan sekolah. Adapun peran keluarga dalam
pendidikan Islam yaitu menjaga kesehatan dan jasmani anaknya, keluarga
bertanggung jawab dalam membangkitkan semangat anak dalam perkembangan
intelektual, membimbing anak agar mendalami pendidikan agama, dan orang tua
mengajarkan anaknya perilaku yang baik yaitu memberikan anaknya pendidikan
akhlak.
Pesantren kilat
merupakan sebuah wadah untuk mengisi waktu luang karena dalam pesantren kilat
anak maupun remaja dididik dan diajarkan mengenai keimanan, akidah, Al-Qur’an,
akhlak, dan mua’malah.
10
|
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Harahap,
Syahrin. Islam (Konsep dan Implementasi
Pemberdayaan). Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999.
Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Tafsir, Ahmad.
Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Tafsir, Ahmad.
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2000.
11
|
[1]Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Cet I; Yogyakarta, 2005),
h. 318-319.
[2]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Cet
III; Bandung, 2000), h. 118.
[3]Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, (Cet I; Yogyakarta,
2010), h. 153-154.
[4]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Cet VII;
Bandung, 2003), h. 134.
[7]Nur Ahid, op cit., h. 137-138.
[11]Ahmad Tafsir, op cit., h.124.
[14]Syahrin Harahap, Islam (Konsep dan Implementasi Pemberdaya),
(Cet I; Yogyakarta, 1999), h. 76-77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar