Sabtu, 03 September 2016

PENDIDIKAN ALTERNATIF (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM LINGKUNGAN KELUARAGA DAN PESANTREN KILAT)



PENDIDIKAN ALTERNATIF

(PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM LINGKUNGAN KELUARAGA DAN PESANTREN KILAT)










Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam Jurusan Tarbiyah Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam Semester IV Kelompok VI



Oleh:

ASMIANA
NIM. 02133130

NILA SETIA NINGSIH
NIM. 02133138

MUH. SYAHLAN
NIM. 02133153




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2015
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Keluarga adalah suatu ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah. Dalam keluarga inilah akan terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama bagi anak yang akan menjadi pondasi dalam pendidikan seanjutnya. Dengan demikian berarti dalam masalah pendidikan yang pertama dan utama, keluargalah memegang peranan utama dan tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Pendidikan keluarga yang baik adalah yang mau memberikan dorongan anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama.[1]
Salah satu dorongan orang tua agar anaknya mendalami pendidikan agama yaitu mengirim anaknya dalam pesantren kilat. Pesantren kilat adalah salah satu dari sekian banyak wadah untuk memanfaatkan waktu luang.[2]
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pendidikan islam dalam lingkungan keluarga?
2.    Bagaimana pesantren kilat?

1
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pendidikan Agama Islam dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dan orang tua merupakan pendidikan tertua yang bersifat informasi kodrati, maka tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar perkembangan anak agar anak dapat berkembang secara baik.[3]
Pendidikan agama  intinya ialah keberimanan, yaitu usaha-usaha menanamkan keimanan di hati anak-anak. Untuk memahami lebih dalam sebaiknya terlebih dahulu di mana tempat iman dalam manusia.[4]
 Q.S. Al-Hujarat ayat 14 firman Allah Swt.:
ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôtƒ ß`»yJƒM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur Ÿw Nä3÷GÎ=tƒ ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
2
Artinya: “Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami(Orang-orang Arab Badui) Telah beriman". Katakanlah: "Kamu(Orang-orang Arab Badui) belum beriman, tapi Katakanlah 'kami(Orang-orang Arab Badui) Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu(Orang-orang Arab Badui) taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia(Allah Swt.) tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu(Orang-orang Arab Badui); Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
3
Di dalam surat Al-Hujarat ayat 14 manusia diberitahu oleh Allah Swt., tentang tempat iman. Suatu hari serombongan orang datang menghadap atau menemui Rasulullah saw. sambil mengatakan “Orang-orang Arab Badui sudah beriman”. Rasul  yang mulia itu mengatakan bahwa orang-orang Arab Badui itu belum beriman, orang-orang Arab Badui mestinya tidak mengatakan “Orang-orang Arab Badui sudah beriman”melainkan “Orang-orang Arab Badui tunduk”. Kata Rasulullah dalam ayat itu, iman belum masuk ke hati orang-orang Arab Badui.”Ayat ini menjelaskan kepada manusia bahwa iman itu harus di hati, bukan di kepala. Iman itu rasa, bukan logika. Jadi, pendidikan iman harus dilakukan dengan cara memasukkan Allah Swt., ke dalam hati, bukan dengan cara mengajarkan tentang Allah Swt., sehingga masuk ke dalam kepala. Seringkali orang mengetahui anak sekolah yang telah mengetahui bahwa Allah Swt., Maha Mengetahui dan Allah tidak berbohong, misalnya membolos, uang sekolah dipakai jajan, dan lain-lain. Anak sekolah tahu tetapi anak sekolah tersebut melanggarnya. Ini adalah orang yang tahu iman tetapi belum beriman. Ini masalah pokok pendidikan agama Islam.[5]
Di atas sudah dikatakan bahwa penanaman iman dilakukan terutama di rumah oleh orang tua anak. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama. Utama karena pengaruh orang tua amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya;  pertama karena orang tua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya.[6]
4
Selain itu adapun peran orang tua atau keluarga dalam pendidikan Islam yaitu sebagai berikut:
1.         Dalam bidang jasmani dan kesehatan anak-anak
Keluarga mempunyai peranan penting untuk menolong pertumbuhan anak-anaknya dari segi jasmaniah, baik aspek perkembangan maupun aspek perfungsian. Keluarga dalam menjaga kesehatan anak-anaknya dilaksanakan sebelum bayi lahir. Yaitu melalui pemeliharaan-pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan memberinya makan yang baik dan sehat selama mengandung, sebab itu berpengaruh pada anak dalam kandungan. Apabila bayi lahir, tanggung jawab keluarga terhadap kesehatan anak dan ibunya menjadi lebih ganda. Di dalamnya termasuk perlindungan, pengobatan dan pengembangan untuk menunaikan tanggung jawab.[7]
2.         Dalam bidang pendidikan akal (intelektual)
Orang tua memegang tanggung jawab besar sebelum anak-anaknya memasuki sekolah. Di antara tugas keluarga adalah untuk menolong anak-anaknya, membuka dan menumbuhkan bakat dan melatih indra kemampuan-kemampuan akalnya.
Sesudah anak sekolah, tanggung jawab keluarga dalam pendidikan intelektual bertambah luas. Sekarang menjadi kewajiban keluarga dalam bidang ini adalah menyiapkan suasana yang sesuai dan mendorong anak untuk belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas, mengikuti kemajuan sekolah, bekerja sama dengan sekolah untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapinya, mendorong anak-anak cara yang paling sesuai untuk belajar jika anak-anak paham akan hal tersebut.[8]
3.        
5
Dalam bidang pendidikan agama
Pendidikan agama dan spiritual bagi anak-anak adalah termasuk bidang-bidang yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Begitu juga membekali anak-anak dengan pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang-bidang akidah, ibadah, mu’amalat dan sejarah.[9]
4.         Dalam bidang pendidikan akhlak
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi denganya. Oleh sebab itu anak-anak mendapat pengaruh dari padanya atas segala tingkah lakunya. Untuk itu, keluarga mengambil posisi tentang pendidikan ini, mengajar anak-anak akhlak yang mulia yang diajarkan Islam seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, pemberani, dan lain sebagainya. Orang tua juga mengajarkan nilai-nilai dan faedahnya berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup, membiasakan anak-anak berpegang teguh pada akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan sifat asasinya menerima nasihat jika datangnya melalui rasa cinta dan kasih sayang, sedang anak menolak maka disertai dengan kekerasan.[10]
B.      
6
Pesantren Kilat
Sejak tahun 1980-an, di kota Bandung banyak sekali orang yang menyelenggarakan pesantren kilat. Menjelang libur orang mengedarkan pengumuman, kadang-kadang lewat surat kabar, bahwa akan dibuka pesantren kilat yang umumnya diadakan di masjid. Lamanya berkisar dari 7 sampai 30 hari. Di sana diajarkan membaca Al-Quran, keimanan Islam, fikih (ibadah), dan akhlak. Pokoknya materi-materi pembelajaran yang sering disebut materi pembelajaran agama. Yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pesantren kilat yaitu sebagai berikut:
1.      Hendaknya pesantren kilat diadakan di pesantren. Artinya, pesantren mengadakan kegiatan pesantren kilat. Tempatnya di pesantren; peserta didik mondok di pesantren; tata caranya tata cara pesantren. Inilah pesantren kilat yang terbaik. Dengan hidup di pesantren, sekalipun tidak begitu lama, pengaruh lingkungan pesantren akan ada pada peserta pesantren kilat tersebut.
2.     
7
Aturan kehidupan di pesantren kilat hendaknya diatur persis seperti aturan kehidupan di pesantren. Aturan yang penting antara lain ialah hidup sederhana, melayani diri sendiri, melaksanakan ibadah tepat waktu dan gembira, menghormati guru (ulama, kiai), pergaulan Islami, dan kerja sama.
3.      Tradisi pesantren diterapkan pada pesantren kilat. Misalnya bangun malam untuk mandi dan shalat, wirid, dan lain-lain.
4.      Kurikulum pesantren kilat cukup dibagi dua macam, yang berlaku umum dan yang berlaku khusus sesuai dengan tingkat kematangan peserta.
5.      Biaya pesantren kilat jangan terlalu rendah.
6.      Kebersihan tempat dan makanan perlu diperhatikan.
7.      Kehidupan sederhana benar-benar harus dituntun tanpa pilih bulu. Ini penting karena kemewahan dapat merusak perkembangan peserta didik.[11]
Pesantren kilat yang diselenggarakan di luar pesantren, seperti di masjid, di sekolah, atau di tempat selain pesantren, juga bermanfaat. Untuk meningkatkan manfaat pesantren kilat di luar pesantren mungkin dapat dilakukan hal-hal berikut ini:
1.      Usahakan agar santri mendapat pemondokan selama kegiatan pesantren kilat berjalan.
2.     
8
Usahakan agar ditegakkan tata kehidupan islami mirip dengan di pesantren.
3.      Kurikulum dapat diatur seperti kurikulum pesantren kilat di pesantren sekalipun tidak mungkin sama persis.[12]
Baik pesantern kilat di pesantren maupun diluar pesantren hendaknya lebih mengarahkan perhatiannya pada pemupukan, pembiasaan, dan dan pelatihan untuk membersihkan jiwa, mendekati Allah Swt. Hasilnya kelak ialah, kelak keimanan meningkat, rasa beragama lebih baik, penghormatan kepada pendidik meningkat yang mungkin saja berdampak positif dalam bentuk peserta didik akan lebih menghormati guru agamanya di sekolah dan menghormati pendidik pada umumnya. Dalam keadaan demikian akan terciptalah kondisi yang lebih kondusif untuk mewujudkan pendidikan agama yang lebih baik di sekolah. Hasil lain ialah akhlak peserta didik akan lebih baik, terutama kepada kedua orang tuanya, lantas kepada guru-gurunya, terutama kepada guru agamanya.[13]
Untuk melaksanakan semua itu peran pendalaman dan pengamalan agama melalui pesantren kilat sangatlah penting. Selain itu dalam pesantren kilat ditanamkan beberapa nilai yang diharapkan dapat memberikan keberdayaan bagi anak maupun remaja.[14]
Pada sisi lain pesantren kilat juga diharapkan mampu:
1.      Membangkitkan kecintaan pada agama.
2.     
9
Membangkitkan motivasi untuk mengamalkan pembelajaran agama dan meningkatkan kualitas hidupnya.
3.      Memadukan aspek kognitif, efektif dan psikomotorik.
4.      Mampu merefleksikan nilai-nilai keimanan dan akhlaqul karimah, dalam kehidupan sehari-hari.[15]
Oleh karena itu, materi-materi yang disampaikan dan didalami dalam pesantren kilat meliputi keimanan, akidah, Al-Quran, akhlak, muamalah, termasuk di dalamnya visi ekonomi, sejarah, dan lintas disiplin ilmu.[16]



BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Penulis dapat menyimpulkan bahwa setiap keluarga (orang tua) menjadi cermin yang baik bagi kehidupan anak-anaknya, karena disitulah awal pembentukan pribadi untuk anak untuk masa dewasa. Keluarga hendaknya menyadari bahwa pendidikan yang diterima oleh si anak sejalan antara rumah dan sekolah. Adapun peran keluarga dalam pendidikan Islam yaitu menjaga kesehatan dan jasmani anaknya, keluarga bertanggung jawab dalam membangkitkan semangat anak dalam perkembangan intelektual, membimbing anak agar mendalami pendidikan agama, dan orang tua mengajarkan anaknya perilaku yang baik yaitu memberikan anaknya pendidikan akhlak.
Pesantren kilat merupakan sebuah wadah untuk mengisi waktu luang karena dalam pesantren kilat anak maupun remaja dididik dan diajarkan mengenai keimanan, akidah, Al-Qur’an, akhlak, dan mua’malah.

10

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahid, Nur. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Harahap, Syahrin. Islam (Konsep dan Implementasi Pemberdayaan). Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999.

Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
11
 


[1]Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Cet I; Yogyakarta, 2005), h. 318-319.
[2]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Cet III; Bandung, 2000), h. 118.
[3]Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, (Cet I; Yogyakarta, 2010), h. 153-154.
[4]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Cet VII; Bandung, 2003), h. 134.
[5]Ibid., h. 134-135.
[6]Ibid., h. 135.
[7]Nur Ahid, op cit., h. 137-138.
[8]Ibid., h. 139.
[9]Ibid., h. 140.
[10]Ibid., h. 143.
[11]Ahmad Tafsir, op cit., h.124.
[12]Ibid., h. 124.
[13]Ibid., h. 125-127.
[14]Syahrin Harahap, Islam (Konsep dan Implementasi Pemberdaya), (Cet I; Yogyakarta, 1999), h. 76-77.
[15]Ibid., h. 77.
[16]Ibid., h. 77.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar