CORAK PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
(FUNDAMENTALISME)
Makalah
ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Manajemen
Pendidikan jurusan tarbiyah program
study
manajemen
pend. Islam semester IV kelompok VI
OLEH
KELOMPOK III
ROSDIANA
02133134
KHARIL ANWAR
02133132
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
WATAMPONE
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ada
dua hal penting dalam Islam untuk memahami fundamentalisme. Pertama adalah
tidak adanya batasan yang jelas antara aspek spiritual dan kekuasaan keagamaan,
Kedua adalah terpusatnya hukum. Islam dipimpin oleh ahli hukum yang memiliki
pemahaman khusus tentang hukum atau syariah.[1]
Upaya
untuk mewujudkan kejayaan Islam berasal dari umat Islam itu sendiri yang muncul
dalam bentuk gerakan Islam fundamentalisme. Pada tahun 1979 revolusi Islam Iran
digerakkan oleh orang-orang yang dikenal fundamentalisme, padahal revolusi itu
hanya untuk mewujudkan kebangkitan Islam dan lebih jauh lagi merintis kejayaan
Islam kembali.[2]
B. Rumusan
Masalah
1. Pengertian
fundamentalisme?
2. Bagaimana
fundamentalisme dalam Islam?
3. Bagaimana
ciri-ciri lembaga pendidikan fundamentalisme?
|
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Fundamentalisme
Istilah
fundamentalisme digunakan pertama kali untuk menyebut gerakan Protestan di
Amerika pada awal abad ke-20. Istilah ini menunjukan bahwa gerakan
fundamentalisme ini bermunculan di Amerika kemudian muncul dimana-mana dan pada
pengikut agama-agama besar seperti muncul dikalangan Hindu India, Katolik
Irlandia, Protestan Amerika, dan tentunya dikalangan Islam sendiri. Dunia Islam
bukan satu-satunya lahan subur bagi gerakan fundamentalisme, setidaknya dari
istilah itu sendiri fundamentalisme justru diawali dari Amerika.[3]
Pada
dasarnya istilah fundamentalisme merupakan suatu istilah Inggris kuno yang
secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-kitab
harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah. Dalam Islam, kaum
fundamentalisme sunni menerima al-Qur’an secara harfiah, sekalipun dalam
beberapa kasus dengan syarat-syarat tertentu, tetapi kaum fundamentalisme sunni
juga memiliki sisi lain yang berbeda. Kaum syiah Iran, yang dalam suatu
pengertian umum adalah para fundamentalisme tidak terikat kepada penafsiran
al-Qur’an.[4]
|
B.
|
Menurut
Leonard Binder, pemikiran
fundamentalisme Islam memiliki akar-akar doktrinnya dalam sejarah Muslim
periode paling awal.[7]
Periode ini dikenal sebagai periode kenabian. Nabi Muhammad SAW sendiri
menanamkan ajaran kasih sayang. Nabi Muhammad SAW dalam beberapa kali
menyerukan perang melawan orang-orang kafir, namun seruan itu muncul setelah
umat Islam diserang oleh pasukan kafir sehingga seruan untuk berperang itu
sebagai sifat desensif (bertahan), bukan ovensif (menyerang). Sikap desensif
adalah sikap niscaya bagi bangsa manapun yang sedang diserang oleh bangsa
lainnya, tentu sebisa mungkin melakukan pertahanan. Bahkan catatan penting
bahwa perang yang diajarkan Nabi Muhammad SAW merupakan perang yang santun.[8]
Fundamentalisme
Islam kini lebih mengarah kepada gerakan-gerakan Islam yang bergerak dibidang
politik, yang berupaya menekankan pemberlakuan syariat Islam dalam sistem pemerintahan negara, menentang pemerintahan sekuler ala
Barat dan rezim pro-Barat. Oleh karena itu, gerakan Islam fundamentalisme lebih
merupakan reaksi terhadap
tindakan-tindakn Barat dan kaki tangan Barat yang merugikan umat Islam.
Ada beberapa katalisator yang dapat memacu semangat fundamentalisme secara
besar-besaran antar lain kekalahan Arab oleh Israel, Intervensi Amerika atas
nama kepentingan resim-resim yang sedang goyah dan tindakan militer soviet
terhadap negara muslim. Disamping itu, gerakan fundamentalisme ini muncul
sebagai alternatife (ratu adil) bagi para penggeraknya terhadap perjalanan
kebangkitan Islam. Target dalam gerakan ini ada dua: melindungi umat Islam dan
seluruh kepentingannya serta melakukan perlawanan terhadap Barat terutama yang
berada dinegeri-negeri muslim. Posisi gerakan fundamentalisme Islam sebagai
reaksi sedangkan yang menjadi pemicunya adalah kekuatan penindasan terutama
Barat dan Israel.[9]
|
Fundamentalisme
bukan hanya sekedar merupakan gerakan keagamaan meskipun berideologikan agama. Kalaupun
memang benar demikian tentu gerakan itu tidak akan memperoleh perhatian besar
dari orang-orang lain diluar tradisi agama yang di anutnya. Yang menarik
perhatian adalah bahwa gerakan fundamentalisme ingin mengubah dunia secara
keseluruhan. Meskipun upaya tersebut sering kali menggunakan aksi kekerasan.[11]
C. Ciri-ciri
Lembaga Pendidikan Fundamentalisme
Perubahan
pada abad ke-19 seiring semakin menyebarnya produk teknologi dan industri dari
dunia Barat. Para penguasa berkeinginan
untuk memodernisasi negara-negara Barat. Awalnya para penguasa berhasrat
memajukan kekuatan militer dan persenjataan, lalu jalur kereta api, kemudian
kebutuhan hidup rumah tangga seperti listrik dan air bersih, dilanjutkan dengan
industri otomotif dan peralatan-peralatan lainnya, sehingga berbagai penemuan
baru pada abad ke-XX. Dalam serangkaian
perkembangan tersebut, lembaga keagamaan serta ketaatan terhadap kepercayaan
bahwa wahyu yang diturunkan Nabi Muhammad SAW merupakan kalimat dan kebenaran
yaang tidak dapat diubah. Salah satu contohnya adalah orang-orang Yahudi dan
Kristen dalam kerajaan Ottoman sudah menggunakan alat percetakan dari awal abad
ke-16 sementara pemimpin-pemimpin muslim mencegah penggunaan percetakan bahasa
Turki dan Arab hingga 1784.[12]
|
Pemerinttah
Ottoman juga mendirikan akademi pelatihan modern yang bersifat sekuler untuk
para tentara. Pada tahun 1868 sebuah lembaga pendidikan kerajaan Ottoman
didirikan di Galatasaray untuk melatih para pejabat pemerintah dan diploma.
Bahasa yang digunakan dalam akademi tersebut iaalah bahasa Prancis kemudian
secra perlahan ketentun sekuler diberlakukan secara luas dari pendidikan dasar,
menengah hingga universitas serta madrasah (akademi keagamaan).[13]
Kaum fundamentalis juga menciptakan lembaga-lembaga alternatif seperti bank
Islam, bus sekolah yang dipisahkan menurut jenis kelamin dan kelompok-kelompok
mandiri.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Fundamentalisme
bukan hanya sekedar merupakan gerakan keagamaan meskipun berideologikan agama.
Kalaupun memang benar demikian tentu gerakan itu tidak akan memperoleh
perhatian besar dari orang-orang lain diluar tradisi agama yang mereka anut.
Yang menarik perhatian kita adalah bahwa gerakan fundamentalisme ingin mengubah
dunia secara keseluruhan meskipun menggunakan aksi kekerasan.
|
DAFTAR PUSTAKA
Bruce,
Steve. Fundamentalisme Pertautan Sikap
Keberagamaan dan Modernitas, Jakarta: Erlangga, 2003.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 2002.
Watt
Montogomery, William. Fundamentalisme
Islam dan Modernitas, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada: 2001.
Qomar,
Mujamil. Merintis Kejayaan Islam Kedua,
Yogyakarta: Teras, 2012.
|
[1] Steve Bruce, Fundamentalisme
(Pertautan Sikap Keberagaman dan Modernitas) (Jakarta: Erlangga, 2000), h.58.
[2] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan
Islam Kedua (cet.I, Yogyakarta: Teras, 2012), h.159.
[3] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan
Islam Kedua (Cet.I, Yogyakarta: Teras, 2012), h. 152.
[4] William Montgomery Watt,
Fundamentalisme Islam dan Modernitas (Cet:I, Jakarta: Srigunting, 1997), h .3-4.
[5]Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(cet.2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.322.
[6] Mujamil Qomar, op.cit.,
h.159-160.
[7]
Mujamil Qomar, op.cit., h.149.
[8]
Ibid., h.150.
[9] Mujamil Qomar, op.cit.,
h.151-152.
[11]Steve Bruce, Fundamentalisme
(Pertautan Sikap Keberagaman dan Modernitas) (Jakarta: Erlangga, 2000), h.13.
[13]
Ibid., h.61.
[14]
Ibid., h.74.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar