Sabtu, 03 September 2016

CORAK PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM (FUNDAMENTALISME)





CORAK PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
(FUNDAMENTALISME)


   



 




Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Manajemen Pendidikan  jurusan tarbiyah program study
manajemen pend. Islam semester IV kelompok VI








OLEH
KELOMPOK III

ROSDIANA
02133134
KHARIL ANWAR
02133132


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ada dua hal penting dalam Islam untuk memahami fundamentalisme. Pertama adalah tidak adanya batasan yang jelas antara aspek spiritual dan kekuasaan keagamaan, Kedua adalah terpusatnya hukum. Islam dipimpin oleh ahli hukum yang memiliki pemahaman khusus tentang hukum atau syariah.[1]
Upaya untuk mewujudkan kejayaan Islam berasal dari umat Islam itu sendiri yang muncul dalam bentuk gerakan Islam fundamentalisme. Pada tahun 1979 revolusi Islam Iran digerakkan oleh orang-orang yang dikenal fundamentalisme, padahal revolusi itu hanya untuk mewujudkan kebangkitan Islam dan lebih jauh lagi merintis kejayaan Islam kembali.[2]

B.  Rumusan Masalah
1.    Pengertian fundamentalisme?
2.    Bagaimana fundamentalisme dalam Islam?
3.    Bagaimana ciri-ciri lembaga pendidikan fundamentalisme?







1
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme digunakan pertama kali untuk menyebut gerakan Protestan di Amerika pada awal abad ke-20. Istilah ini menunjukan bahwa gerakan fundamentalisme ini bermunculan di Amerika kemudian muncul dimana-mana dan pada pengikut agama-agama besar seperti muncul dikalangan Hindu India, Katolik Irlandia, Protestan Amerika, dan tentunya dikalangan Islam sendiri. Dunia Islam bukan satu-satunya lahan subur bagi gerakan fundamentalisme, setidaknya dari istilah itu sendiri fundamentalisme justru diawali dari Amerika.[3]
Pada dasarnya istilah fundamentalisme merupakan suatu istilah Inggris kuno yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah. Dalam Islam, kaum fundamentalisme sunni menerima al-Qur’an secara harfiah, sekalipun dalam beberapa kasus dengan syarat-syarat tertentu, tetapi kaum fundamentalisme sunni juga memiliki sisi lain yang berbeda. Kaum syiah Iran, yang dalam suatu pengertian umum adalah para fundamentalisme tidak terikat kepada penafsiran al-Qur’an.[4]
2
 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fundamentalisme yaitu paham yang cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara radikal.[5] Menurut Ervan Abrahamian menegaskan bahwa fundamentalisme berarti penolakan dunia moderen, sedangkan Simen Hailwood menegaskan bahwa fundamentalisme dalam pandangan seseorang yang tidak kompromi dengan parameter-parameter sosial dan politik adalah sebagai realisme, dan menghendaki anarkisme bukan reformisme.[6]
B. 
3
 
Fundamentalisme dalam Islam
Menurut Leonard Binder, pemikiran fundamentalisme Islam memiliki akar-akar doktrinnya dalam sejarah Muslim periode paling awal.[7] Periode ini dikenal sebagai periode kenabian. Nabi Muhammad SAW sendiri menanamkan ajaran kasih sayang. Nabi Muhammad SAW dalam beberapa kali menyerukan perang melawan orang-orang kafir, namun seruan itu muncul setelah umat Islam diserang oleh pasukan kafir sehingga seruan untuk berperang itu sebagai sifat desensif (bertahan), bukan ovensif (menyerang). Sikap desensif adalah sikap niscaya bagi bangsa manapun yang sedang diserang oleh bangsa lainnya, tentu sebisa mungkin melakukan pertahanan. Bahkan catatan penting bahwa perang yang diajarkan Nabi Muhammad SAW merupakan perang yang santun.[8]
Fundamentalisme Islam kini lebih mengarah kepada gerakan-gerakan Islam yang bergerak dibidang politik, yang berupaya menekankan pemberlakuan syariat Islam dalam sistem pemerintahan  negara, menentang pemerintahan sekuler ala Barat dan rezim pro-Barat. Oleh karena itu, gerakan Islam fundamentalisme lebih merupakan reaksi terhadap  tindakan-tindakn Barat dan kaki tangan Barat yang merugikan umat Islam. Ada beberapa katalisator yang dapat memacu semangat fundamentalisme secara besar-besaran antar lain kekalahan Arab oleh Israel, Intervensi Amerika atas nama kepentingan resim-resim yang sedang goyah dan tindakan militer soviet terhadap negara muslim. Disamping itu, gerakan fundamentalisme ini muncul sebagai alternatife (ratu adil) bagi para penggeraknya terhadap perjalanan kebangkitan Islam. Target dalam gerakan ini ada dua: melindungi umat Islam dan seluruh kepentingannya serta melakukan perlawanan terhadap Barat terutama yang berada dinegeri-negeri muslim. Posisi gerakan fundamentalisme Islam sebagai reaksi sedangkan yang menjadi pemicunya adalah kekuatan penindasan terutama Barat dan Israel.[9]
4
 
Kalangan fundamentalisme juga memiliki tokoh-tokoh penting seperti Imam Khumaeni yang berhasil menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi, Ab al-A’la Maududi sebagai pemimpin jamiat Islami dari Pakistan, Hasan al-Banna dan Sayyid Qurb dari Ihwan al-Muslimin Mesir yang telah berhasil membangun organisasi yang besar dan kokoh. [10]
Fundamentalisme bukan hanya sekedar merupakan gerakan keagamaan meskipun berideologikan agama. Kalaupun memang benar demikian tentu gerakan itu tidak akan memperoleh perhatian besar dari orang-orang lain diluar tradisi agama yang di anutnya. Yang menarik perhatian adalah bahwa gerakan fundamentalisme ingin mengubah dunia secara keseluruhan. Meskipun upaya tersebut sering kali menggunakan aksi kekerasan.[11]
C.  Ciri-ciri Lembaga Pendidikan Fundamentalisme
Perubahan pada abad ke-19 seiring semakin menyebarnya produk teknologi dan industri dari dunia Barat.  Para penguasa berkeinginan untuk memodernisasi negara-negara Barat. Awalnya para penguasa berhasrat memajukan kekuatan militer dan persenjataan, lalu jalur kereta api, kemudian kebutuhan hidup rumah tangga seperti listrik dan air bersih, dilanjutkan dengan industri otomotif dan peralatan-peralatan lainnya, sehingga berbagai penemuan baru  pada abad ke-XX. Dalam serangkaian perkembangan tersebut, lembaga keagamaan serta ketaatan terhadap kepercayaan bahwa wahyu yang diturunkan Nabi Muhammad SAW merupakan kalimat dan kebenaran yaang tidak dapat diubah. Salah satu contohnya adalah orang-orang Yahudi dan Kristen dalam kerajaan Ottoman sudah menggunakan alat percetakan dari awal abad ke-16 sementara pemimpin-pemimpin muslim mencegah penggunaan percetakan bahasa Turki dan Arab hingga 1784.[12]
5
 
Hubungan dengan dunia Barat mendorong terciptanya lembaga-lembaga baru yang mempunyai kesamaan fungsi dengan lembaga keagamaan yang ada. Dikawasan Eropa menjadi bagian dari kerajaan Ottoman terdapat tekanan untuk membentuk struktur hukum baru demi melengkapi pengadilan syariah karena orang-orang non muslim tidak diperkenankan menjadi saksi dalam pengadilan jenis ini. Di Turki dan Mesir, pengadilan agama hanya mempunyai kewenangan untuk mengurusi hubungan antar pribadi dan moralitas seksual. Dalam konteks yang sama hampir semua negara-negara Islam telah mengembangkan sistem pendidikan yang sekuler. Inovasi pertama dilakukan pada bidang pelatihan militer dan diplomasi.
Pemerinttah Ottoman juga mendirikan akademi pelatihan modern yang bersifat sekuler untuk para tentara. Pada tahun 1868 sebuah lembaga pendidikan kerajaan Ottoman didirikan di Galatasaray untuk melatih para pejabat pemerintah dan diploma. Bahasa yang digunakan dalam akademi tersebut iaalah bahasa Prancis kemudian secra perlahan ketentun sekuler diberlakukan secara luas dari pendidikan dasar, menengah hingga universitas serta madrasah (akademi keagamaan).[13] Kaum fundamentalis juga menciptakan lembaga-lembaga alternatif seperti bank Islam, bus sekolah yang dipisahkan menurut jenis kelamin dan kelompok-kelompok mandiri.[14]





BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Fundamentalisme bukan hanya sekedar merupakan gerakan keagamaan meskipun berideologikan agama. Kalaupun memang benar demikian tentu gerakan itu tidak akan memperoleh perhatian besar dari orang-orang lain diluar tradisi agama yang mereka anut. Yang menarik perhatian kita adalah bahwa gerakan fundamentalisme ingin mengubah dunia secara keseluruhan meskipun menggunakan aksi kekerasan.

















6
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, Steve. Fundamentalisme Pertautan Sikap Keberagamaan dan Modernitas, Jakarta: Erlangga, 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 2002.
Watt Montogomery, William. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada: 2001.
Qomar, Mujamil. Merintis Kejayaan Islam Kedua, Yogyakarta: Teras, 2012.


7
 
 


[1] Steve Bruce, Fundamentalisme (Pertautan Sikap Keberagaman dan Modernitas) (Jakarta: Erlangga, 2000), h.58.
[2] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua (cet.I, Yogyakarta: Teras, 2012), h.159.
[3] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua (Cet.I, Yogyakarta: Teras, 2012), h. 152.
[4] William Montgomery Watt, Fundamentalisme Islam dan Modernitas (Cet:I, Jakarta: Srigunting, 1997), h .3-4.
[5]Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet.2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.322.
[6] Mujamil Qomar, op.cit., h.159-160.
[7]  Mujamil Qomar, op.cit., h.149.
[8]  Ibid., h.150.
[9] Mujamil Qomar, op.cit., h.151-152.
[10]Ibid., h. 154.
[11]Steve Bruce, Fundamentalisme (Pertautan Sikap Keberagaman dan Modernitas) (Jakarta: Erlangga, 2000), h.13.
[12]  Ibid., h.60.
[13]  Ibid., h.61.
[14]  Ibid., h.74.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar