OLEH
NAMA : DAYANG MUSDALIFAH
KELAS : V (LIMAH)
TUGAS : INDIVIDU
GURU KELAS : HARYANI S.Pd
SEMESTER II
Ia bersama Wikana, Sukarni dan pemuda lainnya
dari Menteng 31 yang menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok
agar kedua tokoh ini segera menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah
kekalaha Jepang dari Sekutu pada tahun 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI ia menjadi wakil ketua dan sekretaris
Pusat Pemuda yang diketuai oleh Wikana kemudian menjadi ketua Komite van
Actie yang kemudian diganti menjadi Angkatan Pemuda Indonesia (API) di
Menteng Raya 31. Pada saat diadakan Kongres Pemuda di Yogyakarta, ia terpilih
jadi ketua. Selanjutnya, menjadi Ketua Dewan Politik Lasykar Rakyat Jawa Barat
akan tetapi, ketika ia menjadi ketua Biro Politik Perjuangan yang diprakarsai
oleh Tan Malaka, ia ditahan oleh pemerintah RI, setahun. Akhirnya setelah
dibebaskan bersama Dr. Muwardi membentuk Gerakan Revolusi Rakyat.
Ketika terjadi Agresi Militer II Chairul Saleh turut bersama Divisi
Siliwangi melakukan Long March dari Yogyakarta ke Karawang dan Sanggabuana.
Akhirnya ia bergabung dengan Divisi Tentara Nasional 17 Agustus di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Wahidin Nasution, setelah di bawah pimpinan Mayor
Sambas Atmadinata. Oleh karena tidak setuju dengan adanya KMB, Chairul Saleh dari
Jakarta melarikan diri ke Banten bersama anggota kesatuan lainnya yang
menyebabkan terjadinya Peristiwa Banten Selatan. Bulan Februari 1950-1952 ia
dipenjara karena dianggap sebagai pelanggar hukum Pemerintah RI, setelah bebas
melanjutkan sekolah di Fakultas Hukum Universitas Bonn di Jerman Barat
(1952-1955). Di sini, ia menghimpun para pelajar Indonesia dan mendirikan
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Setelah kembali pada Desember 1956 ia diangkat menjadi wakil ketua umum
Legiun Veteran RI. Tanggal 9 April 1957 diangkat menjadi Menteri Veteran dalam
Kabinet Karya, pada tanggal 10 Juli 1959 diangkat pada kementrian Perindustrian
Dasar dan Pertambangan dan Migas. Pada tanggal 13 November 1963 diangkat
menjadi Wakil Perdana Menteri III. Tanggal 8 Februari 1967 ia meninggal dunia.
Untuk mengenang jasanya di bidang kemiliteran, pangkat terakhir yang diperoleh
adalah Jenderal Kehormatan TNI AD, sedangkan bintang jasa yang diperoleh antara
lain Bintang Gerilya, Satyalencana Peristiwa Aksi Militer II, Satyalencana
Peringatan Perjuangan Kemerdekaan, Bintang Mahaputra Tingkat III, Satyalencana
Satya Dharma, Lencana Kapal Selam RI, dan Doktor Honoris Causa dalam Ilmu
Kemasyarakatan dari Universitas Hasanuddin
BIOGRAFI IBU
FATMAWATI SOEKARNO
Bibit jati diri dengan prinsip yang teguh dan kokoh, disertai semangat kemandirian yang kuat telah tersemai dalam masa remaja seorang Fatmawati. Pengaruh sosialiasi melalui ajaran dan pengalaman dalam kehidupan keluarga dan lingkungan sosialnya, telah mampu membentuk karakter Fatmawati, menjadi seorang anak yang tidak sekedar patuh pada tradisinya, tetapi lebih cenderung untuk menyikapi segala bentuk potret kehidupan sosio-kulturalnya.
Setelah
menikah secara wali pada bulan Juni 1943, Ibu Fatmawati segera berangkat ke
Jakarta tidak sekedar untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri Bung
Karno, pemimpin pejuang rakyat Indonesia, tetapi juga ikut berperan aktif,
bergabung bersama para tokoh pejuang nasional lainnya untuk membela Nusa dan
Bangsanya. Bahkan Bung Karno selaku pemimpin pejuang tidak ragu-ragu untuk
sering meminta pendapat maupun pertimbangan mengenai langkah-langkah
perjuangannya.
Pada tahun 1940 an adalah masa – masa romantisnya Ibu Fatmawati bersama Bung Karno. Seringnya terlibat dalam acara kenegaraan baik yang secara nasional maupun internasional Fatmawati selalu senan tiasa menemani Bung Karno. Bahkan ada acara yang hanya negara yang dihadiri oleh Fatmawati saja tanpa Bung Karno ada disisi Ibu Fatmawati.
Pada tahun 1940 an adalah masa – masa romantisnya Ibu Fatmawati bersama Bung Karno. Seringnya terlibat dalam acara kenegaraan baik yang secara nasional maupun internasional Fatmawati selalu senan tiasa menemani Bung Karno. Bahkan ada acara yang hanya negara yang dihadiri oleh Fatmawati saja tanpa Bung Karno ada disisi Ibu Fatmawati.
Tetapi berjalannya waktu keretakkan dalam rumah tangga Ibu Fatmawati dan Bung Karno mulai timbul. Dikarena Bung Karno menikahi lagi wanita asal jawa tengah. Ibu Fatmawati yang sangat menentang keras akan adanya pologami dan sampai pada akhirnya Ibu Fatmawati keluar dari Istana Merdeka dan lebih memilih tinggal di sebuah rumah sederhana. Tetapi cintanya kepada Bung Karno sangatlah besar buktinya saja pada saat Bung Karno wafat Ibu Fatmawati datang dan setelah berpisah dengan Bung Karno ibu Fatmawati tidak menikah lagi. Selain itu perjuangan dan kecintaannya akan Indonesia juga besar. Banyaknya kegiatan sosial yang dilakukan oleh beliau sampai beliau mendirikan rumah sakit yang diberi nama dengan namanya sendiri FATMAWATI. Beliau pada akhirnya meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980 pada umur 57 tahun. Setelah menunaikan ibadah umroh meninggal dikarena terkena serangan jantung. Jasa beliau tidak begitu saja dilupakan. Untuk mengenang jasa beliau sebuah bandara udara di bengkulu diberi nama dengan nama beliau yaitu BANDAR UDARA SOEKARNO
Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota Bung Hatta
dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Sejak duduk di MULO di kota
Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Hatta masuk ke perkumpulan Jong
Sumatranen Bond. Tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar di
Handels Hoge School Rotterdam. Ia mendaftar pada Indische
Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu
kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).Koran Hindia Poetra,
terbit & pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia
Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan)
pada tahun 1923.
Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua
PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia berpidato tentang
Struktur Ekonomi Dunia & Pertentangan Kekuasaan. Dia mencoba menganalisis
struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan
non-kooperatif.
Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang menjadi organisasi politik yang
mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Pada tahun 1926, Hatta
memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di
Bierville, Prancis.
Dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid
Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22
Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala
tuduhan. Dalam sidang bersejarah, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yg
mengagumkan yakni “Indonesia Vrij” atw "Indonesia Merdeka".
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri
Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932
& 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan
ekonomi untuk Daulat Rakjat. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia
ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel salah satunya Hatta. Sebelum
dibuang, Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul Krisis Ekonomi dan
Kapitalisme.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat
kabar Pemandangan. Di pembuangan Hatta membukukan tulisanya “Pengantar ke
Jalan llmu dan Pengetahuan” dan “Alam Pikiran Yunani.” (empat jilid).
9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang & 22
Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pidato yang diucapkan
Hatta di Lapangan Ikada pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak
kalangan. Ia mengatakan, Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme
Belanda. Oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk, dengan Soekamo sebagai Ketua dan
Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral
Maeda. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas dengan
menuliskan kata-kata yang didiktekannya. 17 Agustus 1945, kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Biografi Ir.Soekarno (singkat)
Presiden
pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa
hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri
Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.
Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari
Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa
tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau
tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi
kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere
Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa
nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut
ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang
menjadi IT.Ia berhasil meraih gelar “Ir”
pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran
Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927,
dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara
Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru
disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda
makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada
tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya.
Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun
1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang
cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada
17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan
gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus
1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara
aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil
merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno
berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan
Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi
Gerakan Non Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu
Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”
Biografi Singkat
Abdul Latief Hendraningrat
Abdul
Latief Hendraningrat mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum. Saat menjadi
mahasiswa itu ia sekaligus mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah menengah
swasta, seperti yang dikelola oleh Muhammadiyah dan Perguruan Rakyat. Ia pernah
dikirim oleh pemerintah Hindia Belanda ke World Fair di New York,
sebagai ketua rombongan tari.
Dalam masa
pendudukan Jepang ia giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo),
kemudian menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Pasukan PETA Latief
bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di Kampung Jaga Monyet, yang
kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, Latief Hendraningrat terlibat dalam berbagai
pertempuran. Ia menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu
Yogyakarta (1948). Setelah berhasil keluar dari Yogyakarta yang sudah terkepung,
ia melakukan gerilya. Setelah penyerahan kedaulatan, Hendraningrat mula-mula
ditugaskan di Markas Besar Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase
militer Rl untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke Washington hingga tahun
1956. Sekembalinya di Indonesia ia ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (SSKAD, yang kini menjadi Seskoad). Jabatannya setelah itu
antara lain rektor IKIP Negeri Jakarta (1965). Pada tahun 1967 Hendraningrat
memasuki masa pensiun dengan pangkat brigadir jenderal. Sejak itu ia
mencurahkan segala perhatian dan tenaganya bagi Yayasan Perguruan Rakyat dan
organisasi Indonesia Muda.
Biografi Singkat
Achmad Soebardjo
Ketika
masih mahasiswa, Achmad Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dengan bergabung di organisasi kepemudaan seperti Jong Java dan
Perkumpulan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Ia merupakan anggota delegasi
Indonesia pada Kongres Anti Imperialis di Belgia dan Jerman.
Semasa
pendudukan Jepang Achmad Soebardjo menjadi pembantu kantor penasihat Angkatan
Darat Jepang dan kepala Biro Riset Angkatan Laut Jepang pimpinan Laksamana
Maeda. Menjelang proklamasi kemerdekaan, ia duduk dalam keanggotaan Badan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Bersama Mr. Dr. Soepomo dan Mr. A.A. Maramis ia merancang
Undang-undang Dasar negara Indonesia. Ia pun dikenal sebagai salah seorang
penanda tangan Piagam Jakarta.
Pada
tanggal 16 Agustus 1945 para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shodanco Singgih, dan pemuda lain,
membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa ini
dinamakan Peristiwa Rengasdengklok.
Di
Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo
melakukan perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar
Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Moh. Hatta
kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk
tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Achmad Soebardjo diangkat
menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Presidensial periode 19 Agustus 1945
– 14 November 1945 dan kembali menjabat Menteri Luar Negeri pada Kabinet
Sukiman-Suwirjo periode 1951 – 1952. Selain itu, ia juga pernah menjabat
sebagai Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Swiss periode 1957 – 1961.
Riwayat
karir:
• Menteri Luar Negeri Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 – 14 November 1945)
• Menteri Luar Negeri Kabinet Sukiman-Suwirjo (1951 – 1952)
• Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Swiss (1957 – 1961)
• Menteri Luar Negeri Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 – 14 November 1945)
• Menteri Luar Negeri Kabinet Sukiman-Suwirjo (1951 – 1952)
• Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Swiss (1957 – 1961)
Mr.
Soebardjo pernah memegang beberapa jabatan non pemerintahan, antara lain ketua
presiden Lembaga Indonesia dan wakil ketua Federasi Perhimpunan PBB., ia
memberi kuliah di berbagai universitas, antara lain di Universitas Indonesia.
Ia mengasuh mata kuliah Sejarah Pergerakan serta Pancasila. Wafat tanggal 15
Desember 1978, dimakamkan di Cipayung, Bogor.
Biografi
Singkat Wikana
Wikana terlahir
dari keluarga menak Sumedang, ayahnya bernama Raden Haji Soelaiman. Sebagai
anak priayi, Wikana punya hak untuk mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch
Lagere School), sekolah dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai
pengantar, tidak cukup bermodal anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan
kepintaran si anak menjadi standar utama. Wikana memenuhi syarat itu dan
berhasil lulus dari ELS. Lepas dari ELS Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah
satu dari sekian pemuda satelit Bung Karno di Bandung.
Semasa zaman
kolonial, Wikana menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa Barat. Ia juga
berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang bertanggungjawab di
wilayah Jakarta. Widartalah yang merekrut Aidit dan MH Lukman masuk PKI namun
ironisnya harus mati karena keputusan internal partainya sendiri. Sahabat
Wikana itu diadili in absentia oleh Amir Sjarifuddin gara-gara menjalankankan kebijakan yang
dianggap tak sejalan dengan garis partai pada peristiwa Tiga Daerah di wilayah
karesidenan Pekalongan. Sebuah eksekusi di Pantai Parangtritis meringkus
nyawanya.
Pada peristiwa
Proklamasi 1945 Wikana memainkan peran penting karena berkat koneksinya di
Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah
dinas Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya. Lalu Wikana
mengatur semua keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di
Pegangsaan, ia juga tegang saat melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari
menjelang detik-detik pembacaan Proklamasi. Wikana kasak kusuk ke kalangan
militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks
proklamasi.
Setelah kemerdekaan
jalan hidup Wikana sangat rumit, ia dianggap terlibat peristiwa Madiun 1948,
namun berhasil lepas dari kejaran tentara. Bersama dengan pejuang-pejuang dari
Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah DN Aidit melakukan
pledoi terhadap kasus Madiun 1948 yang mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara
pada 2 Februari 1955. Namun revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana
tersingkir dan dianggap bagian dari golongan tua yang tidak progresif, ini sama
saja dengan kasus penyingkiran kaum komunis ex Digulis oleh anak-anak muda PKI,
karena tidak sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yang lebih
Nasionalis dan mendekat pada Bung Karno.
Jabatan dalam kabinet:
1.
Menteri Negara dalam kabinet
Sjahrir III masa kerja 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
2.
Menteri Negara dalam kabinet
Sjahrir II masa kerja 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946
3.
Menteri Negara dalam kabinet Amir
Sjarifuddin I masa kerja 3 Juli 1947 – 11 November 1947
4.
Menteri Negara (Urusan Pemuda)
dalam kabinet Amir Sjarifuddin II masa kerja 11 November 1947 – 29 Januari 1948
Laksamana
Muda Maeda
Nama lengkapnya Tadashi Maeda. Lahir di Kagoshima, Jepang, 3 Maret 1898. Ia adalah perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Tugas pokoknya adalah sebagai Kepala Kantor Penghubung Rikugun (AD) dan Kaigun (AL) di Jakarta. Maeda memang perwira Jepang yang notabene menjajah Indonesia ketika itu. Namun ia memiliki keyakinan bahwa kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah. Maka iapun memberikan dukungannya kepada tujuan kebebasan Indonesia.
Tadashi Maeda pernah dihukum selama 1 tahun. Ia
disalahkan karena dianggap melanggar perintah Angkatan Perang Sekutu dalam
mempertahankan status quo Hindia Belanda. Melalui Ahmad Soebardjo yang saat itu
menjabat sebagai Kepala Biro Riset AL Jepang, Tadashi Maeda meminta agar Bung
Karno segera kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ia
memberikan jaminan keamanan serta menyediakan rumah dinasnya di J. Nassan
Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1) Jakarta untuk dimanfaatkan.
Tanggal 16 Agustus 1945 sore hari rombongan Mr. Soebardjo
menjemput Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok untuk dibawa ke rumah
dinas Tadashi Maeda, diikuti oleh Soekarni, Soetardjo, dan Soedirb (Barisan
Banteng). Di rumah Laksamana Tadashi Maeda
rupanya sudah menunggu tokoh-tokoh pergerakan, anggota BPKI, dan beberapa pimpinan gerakan pemuda.
rupanya sudah menunggu tokoh-tokoh pergerakan, anggota BPKI, dan beberapa pimpinan gerakan pemuda.
Maka mulai dilangsungkanlah rapat membahas naskah
proklamasi. Sayuti Melik lalu mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik
milik kantor Maeda, di ruang kecil dekat dapur. Tak lama kemudian naskah
Proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia
di ruang tamu Laksamana Tadashi Maeda. Naskah Proklamasi dibacakan Bung Karno
pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Laksamana Tadashi Maeda meninggal dunia pada 13
Desember 1977, pada usia 79 tahun.
Saat itu Sukarni yang mewakili generasi muda merasa
gerah dengan sikap wait and see yang dipilih Bung Karno dan Bung Hatta menyikapi menyerahnya Jepang
terhadap Sekutu. Kelompok anak muda itu kemudian menculik Soekarno – Hatta ke
Rengasdengklok, Jawa Barat. Setelah ide memanfaatkan vacuum of power untuk menyatakan
kemerdekaan disetujui, maka kedua pemimpin tersebut dibebaskan kembali ke
Jakarta untuk memimpin rapat penyusunan teks proklamasi.
Sukarni lahir di Blitar tahun 1916. Ia adalah aktivis
militas yang pantang berkompromi. Masa kecilnya diwarnai dengan berbagai
perkelahian dengan anak-anak Belanda. Hampir setiap hari, anak pedagang sapi
ini menantang berkelahi sinyo-sinyo Belanda. Ketidaksukaannya terhadap penjajah rupanya merupakan pengaruh
gurunya, Moh. Anwar.
Pemuda Sukarni sempat menjadi ketua Indonesia Muda
cabang Blitar. Pertemuannya dengan Bung Karno saat menempuh pendidikan di
kweekschool (sekolah guru) di Jakarta, membuatnya makin tertarik pada dunia
politik.
Setelah menculik dan memaksa Soekarno – Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI, Sukarni juga aktif dalam berbagai episode
perjuangan. Tokoh revolusioner pemberani ini berperan besar dalam perjalanan
parlemen Indonesia. Saat negara masih belia, sehingga belum sempat dilaksanakan
Pemilihan Umum, Sukarni mengusulkan agar sebelum terbentuk DPR dan MPR, tugas
legislatif dijalankan oleh KNIP. Sukarni pulalah yang memperjuangkan
pembentukan Badan Pekerja KNIP sebagai lembaga negara yang mewujudkan
kedaulatan rakyat sekaligus pemimpin rakyat. Ia kemudian diangkat menjadi
anggota DPRD dan Konstituante.
Namun hubungannya dengan Bung Karno tidak mulus.
Melalui Partai Murba, Sukarni menentang kebijakan-kebijakan Soekarno. Sikap itu
harus dibayar mahal dengan kebebasannya. Sukarni keluar dari penjara setelah
Orde Baru berkuasa.
Ia wafat pada 7 Mei 1971 sewaktu menjabat sebagai
anggota Dewan Pertimbangan Agung RI.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2951/latief-hendraningrat
http://id.wikipedia.org/wiki/Latief_Hendraningrat
http://id.wikipedia.org/wiki/Latief_Hendraningrat
http://historia.co.id/artikel/0/301-sepakterjang-pemuda-dari-sumedang
http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/
Aning S, Floriberta. 2005. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia; Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20. Yogyakarta: Narasi